SINOPSIS Bride of
Water God Episode 11 Bagian 2
Sang
Yoo berangkat kerja. Pintu klinik tak terkunci, dia kira kalau Soo Ah berangkat
pagi. Tapi begitu membuka ruangan Soo Ah, ia dikagetkan dengan sosok seorang
pria yang tengah duduk dikursi. Sang Yoo gemetaran, siapa kau?
Begitu
membuka matanya, Sang Yoo baru sadar kalau pria itu adalah Si Tuan Tetangga.
Sedang apa dia disana? Habaek menjawab kalau dia sedang menunggu. Sang Yoo
heran, menunggu siapa?
Bertepatan
saat itu juga, Soo Ah masuk ke ruangannya. Dia menyuruh Sang Yoo untuk
menyiapkan tehnya. Tapi begitu melihat Habaek duduk diruangannya, Soo Ah
seketika terdiam.
Yeom
Mi yang datang bersama Soo Ah pun kemudian menunggu diluar ruangan dan
membiarkan mereka berdua berbicara. Sang Yoo mondar-mandir tak karuan. Kenapa? Kenapa?
Semalam, Soo Ah bertemu dengan CEO Shin. Lalu kenapa Tuan Tetangga menghabiskan
malamnya di klinik? Ini tak benar..
“Doktermu
menginap ditempatku.” Sela Yeom Mi.
Sang
Yoo merasa ada yang tak benar disini. Dia tak terlalu setuju kalau Tuan
Tetangga berurusan dengan Soo Ah. Yeom Mi juga sama, dia menentang mereka untuk
alasan pribadi. Tapi Yeom Mi tak begitu memusingkannya, dia permisi untuk pergi.
“Aku
pikir kau pulang ke rumah.” Ujar Soo Ah.
“Aku
mencobanya tapi tak bisa.”
Soo
Ah bertanya apakah Habaek menunggunya. Habaek tak bisa membenarkan dugaan Soo
Ah, karena sebenarnya dia masih disana karena memikirkan sebuah cara tapi malah
ketiduran. Soo Ah penasaran, cara apa?
“Cara
untuk keluar dari sini.”
Jadi,
semalam Habaek hendak pergi darisana hanya saja dia tak bisa mengunci pintu
klinik. Makanya, dia pun bermalam disana. Dia bertanya pada Soo Ah, “Aku benci
mengabaikan tanggung jawab. Apa kau tak memikirkan tentang pintunya saat kau
pergi begitu? Tak ada masalah saat kau hanya memikirkan perasaanmu? Apa kau tak
memikirkan oranglain yang munkin terganggu karena itu? Bagaimana bisa kau
sangat egois? Paling tidak, kau harusnya meninggalkan kunci untukku.”
Soo
Ah diam. Baiklah, Habaek cukup puas kalau memang Soo Ah merasa bersalah atas
itu. Soo Ah berterimakasih atas apa yang dilakukan Habaek. Dia pun menyuruhnya
untuk pergi darisana.
“Apa
boleh kalau aku tak bertanggung jawab? Aku tahu kalau aku akan menjadi sangat
tak bertanggung jawab, tapi bisakah kita memulai sesuatu bersama? Kau bertanya
apa hubungan kita. Aku harap agar kau menjadi seseorang yang tak terjebak dalam
ketidak-beruntungan.”
“Kau
tidak akan menjadi seseorang yang semakin jauh denganku, seperti kebisingan
yang jauh dan memudar ataupun sesuatu tak penting yang tak benama. Itulah yang
aku pikirkan. Aku ingin memelukmu dan menciummu. Aku ingin kau menjadi awal dan
akhir bagiku. Aku hanya ingin memikirkanmu.”
“Saat
pikiran itu mengalir, aku ingin terus membiarkannya. Aku ingin cemburuku
terbalaskan. Dan aku tak ingin merasa bersalah saat aku memukul seseorang. Tapi
kalau aku ingin melakukannya, aku harus memulai. Seperti katamu, takdir kita
tak akan berubah. Tapi, bisakah aku memulainya?”
Mata
Soo Ah berkaca-kaca mendengar penuturan Habaek. Ia memberikan jawaban, “Tidak.
Jangan memulainya.”
Moo
Ra keluar dari kamarnya dan Bi Ryeom sudah disana. Ia menyiapkan teh untuknya.
Moo Ra dingin bertanya, sejak kapan dia disana? Bi Ryeom berkata kalau kadang
ia merasa iri dengan manusia. Dia minum sampai subuh, tapi belum bisa mabuk.
Manusia itu lemah dan mahluk rendah. Bagaimana bisa mereka punya banyak sekali
kekurangan?
Bi
Ryeom menjentikkan jarinya dan seketika cincin berlian muncul di telapak
tangannya. Moo Ra cuma memperhatikan dengan dingin. Bi Ryeom mendesah, tuh kan
dia tak bereaksi apapun. Dia tak punya kekurangan makanya Bi Ryeom tak bisa
membantu apa-apa. Ah, apa perlu dia menghapus komentar negatif di artikelnya?
Moo
Ra memutar matanya dengan malas mendengar ocehan Bi Ryeom. Bi Ryeom merasa aneh
karena Moo Ra tak biasa-biasanya ada di rumah pagi-pagi tanpa jadwal. Apa yang
akan ia lakukan seharian?
“Aku
akan mengawasimu.”
Bi
Ryeom merenges, “Itu tak akan mudah.”
Moo
Ra berdiri dengan malas dipinggir lapangan memperhatikan Bi Ryeom lari pagi. Beberapa
pria menghampirinya namun Moo Ra dengan dingin menjentikan jadirnya, menyuruh
mereka pergi.
Dia
kemudian mengikuti Bi Ryeom ke tempat gym. Dua orang pemuda diam-diam
memotretnya tanpa izin. Moo Ra menjentikkan jarinya dan seketika ponsel mereka
tak punya memori foto apapun.
Oke,
Moo Ra sudah mengikuti Bi Ryeom kemanapun dia pergi. Sekarang, dia mau tanya
kenapa Bi Ryeom belakangan sangat tidak stabil. Bi Ryeom tersenyum, semuanya
sangat menyenangkan hari ini dan ia ingin dirinya menyerah? Kalau pun Bi Ryeom
harus mengatakannya pada seluruh dunia, dia tak akan memberitahukan Moo Ra.
“Baik.
Kalau begitu katakan apa yang kau inginkan dari CEO?”
Senyum
Bi Ryeom hilang, “Aku ingin dia mati.”
Moo
Ra terkejut. Dia langsung menelepon Managernya dan menyuruh mereka mengosongkan
semua jadwalnya. Dia akan mengganti semua kerugiannya. Bi Ryeom tersenyum
karena Moo Ra membatalkan semua jadwalnya hanya karena pria itu. Baiklah, dia
akan melupakan pria itu untuk hari ini.
Hoo
Ye tengah merenung di kantornya. Dia masih bingung bagaimana caranya ia
mengungkapkan identitasnya pada Soo Ah. Soo Ah sudah terlanjut melihat lukanya
sembuh dengan sangat cepat.
Joo
Geol Rin menyarankan agar ia memberitahukan saja padanya, bukankah dia pernah
berkata kalau wanita itu mungkin satu-satunya manusia yang akan memahaminya?
Tuan
Shin dan Ja Ya datang keruangan Hoo Ye dengan terburu-buru. Tuan Shin tanpa
basa-basi menanyakan apakah dia akan menikah dengan psikiater itu. Apa dia
mengetahui kelemahannya? Ini seperti bukan Hoo Ye, dia tak akan membuat pilihan
yang tak bertanggungjawab.
Hoo
Ye seolah tak ingin membahasnya dan membicarakan proyek di provinsi Chungcheong.
Partner dari Inggris mereka juga menyukai tempat itu. Tuan Shin mengatakan
kalau dia tak punya tempat disana. Yang dia khawatirkan sekarang adalah Hoo Ye,
dia khawatir kalau Hoo Ye punya masalah. Sejak Hoo Ye sampai dirumahnya, ia
dibesarkan dengan penuh kasih sayang..
“Maaf,
aku punya rapat penting.” Sela Hoo Ye.
Tuan
Shin agak terkejut dengan sikap Hoo Ye. Baiklah, tapi dia mengatakan kalau
provinsi Gangwon sepertinya akan lebih baik daripada Chungcheong. Hoo Ye
menegaskan kalau ia tidak akan mengubah keputusannya.
Ja
Ya terus diam memperhatikan ekspresi dingin Hoo Ye. Begitu keluar, dia bergumam
mencari-cari Sekretaris Min. Sekretaris Min muncul dibelakang Ja Ya, dia
menyuruhnya untuk bicara sesingkat mungkin. Waktu adalah uang untuknya. Dua
menit sudah berlalu..
Ja
Ya kontan nyerocos, “Sejak Tuan Shin memelukku. Dia menjadi sangat kentara. Dia
memperlakukanku dengan dingin, tapi kelihatan tidak natural. Apakah aku harus
bilang padanya supaya dia bisa bersikap seperti biasa? Atau aku harus tetap
diam?”
“Tetap
diam saja. Itu akan lebih baik untuk kesehatan mentalmu.” Jawab Sekretaris Min
tanpa pikir panjang.
Habaek
berdiri di loteng sambil termenung, masih ingat akan penolakan Soo Ah padanya.
Ia menutup matanya dan berharap ingatan itu menghilang. Dia geregetan, sudah
2800 tahun sejak ia terakhir kali ditolak oleh manusia.
Dikiranya
Soo Ah cuma bodoh, arogan dan bikin malu. Tapi tenyata dia juga sangat keras
kepala.
Tak
lama kemudian, Bi Ryeom menerima telepon dari seseorang. Ia pun bergegas untuk
pergi. Ingin kehilangan kontrol? Itu adalah spesialisasi Bi Ryeom. Ia akan
mengajarinya 101 cara untuk menghilangkan kontrol.
“Apa
yang terjadi? Kenapa dia ingin kehilangan kontrol?” tanya Moo Ra penasaran.
Bi
Ryeom menyuruh Moo Ra untuk tak ikut bersamanya. Kalau dia membutuhkannya,
pasti dia akan meneleponnya. Dia meneleponnya meskipun tak terlalu menyukainya.
Moo Ra menganggap hal itu sangat aneh.
Bi
Ryeom yakin alasan Habaek meneleponnya karena ia adalah pria. Kalau seandainya
Joo Dong ada disana, pasti Habaek akan lebih memilih Joo Dong. Dia hanya
menjadi pengganti. Pasti Habaek sedang butuh waktu bersama pria lain.
Sebelum
pergi, Bi Ryeom menyuruh Moo Ra untuk berlatih adegan ciuman. Aphrodite tak
seharusnya menjadi Amazoness karena tak bisa berciuman. Ia sudah mempersiapkan
sesuatu untuknya.
Moo
Ra memastikan kalau Bi Ryeom cuma akan bertemu dengan Habaek. Kalau tidak, maka
ia akan tetap mengikutinya. Bi Ryeom meyakinkan kalau dia akan mematuhi
ucapannya. Moo Ra bertanya, apa yang akan dia lakukan nanti?
“Dia
ingin kehilangan kontrol seperti layaknya manusia. Aku akan mengajarinya dengan
cara tercepat dan paling efektif untuk menjadi liar. Ini tak bekerja untukku,
tapi mungkin akan bekerja untuk Habaek.”
Moo
Ra kembali ke ruangannya. Dia mendelik marah memperhatikan boneka pria besar
yang bisa bicara ‘Selamat datang, ini
baru pertama kalinya kau bertemu dengan pria sepertiku, bukan?’
“Akan
kubunuh kau..” kesalnya pada Bi Ryeom.
Bi
Ryeom membawa Habaek ke bar dan memberikan sebotol wine. Ini adalah alat yang
akan membuatnya menjadi liar. Habaek sebenarnya tak tahu maksud Bi Ryeom, tapi
apakah itu bisa membuatnya merangkak di lantai?
“Mungkin,
kau akan melakukan apa yang pernah kau lakukan saat mabuk. Jangan terlalu malu.
Tapi ngomong-ngomong, kenapa kau ingin kehilangan kontrol?”
Habaek
tak menjawab. Tapi Bi Ryeom sudah bisa menebak, ini semua karena Soo Ah. Siapa
sangka wanita itu bisa membuat Habaek merona. Tak ada seorang pun diantara
mereka yang bisa melakukannya. Habaek masih menyangkal, apa yang ia katakan?
Baiklah,
Bi Ryeom mulai bercerita tentang Soo Ah di usia 20 tahunnya. Dia tahu beberapa
hal yang tak diketahui Habaek. Dia adalah anak yang ceria dan bisa membuat banyak
pria tertarik padanya.
Dia cukup dekat dengan beberapa pria. Selain itu, alasan Soo Ah menolah cincin berliannya. Alasannya, kalau dia mengambilnya, dia merasa berhutang padanya.
Dia cukup dekat dengan beberapa pria. Selain itu, alasan Soo Ah menolah cincin berliannya. Alasannya, kalau dia mengambilnya, dia merasa berhutang padanya.
Habaek
cemburu mendengar penuturan Bi Ryeom. Dia mengambil botol wine-nya dan
meminumnya langsung. Woah.. Bi Ryeom kagum dan langsung mem-video apa yang
dilakukannya.
Habaek
sudah mabuk berat. Dia berbicara pada kotak pos dan menanyainya apakah dia
mendapatkan penolakan. Habaek terus menanyakan hal yang sama pada si kotak pos.
Bi Ryeom merekam kekonyolan itu dari kejauhan.
Tak
lama kemudian, segerombolan pria menghampiri Habaek. Habaek mengibas tangan
pria itu, siapa dia yang berani menyentuhnya? Dia sedang bercerita
ketidak-bahagiaan. Jadi, dia menyuruh mereka tak usah mengganggunya.
Para
pria itu tertawa mendengar ucapan Habaek. Dia tahu kalau banyak ke
tidak-bahagiaan didunia ini. Dia tak bahagia dan dirinya pun tak bahagia. Jadi,
bisakah dia membuat kebahagiaan untuk orang lain? Contohnya, dia bisa memberikan
dompetnya pada mereka. Sepertinya itu ide bagus.
“Itu
adalah ide omong kosong!” ujar Habaek.
Omong
kosong? Para pria preman itu marah dan langsung menghantam wajah Habaek. Habaek
tak terima dan balas melawan mereka. Melihat Habaek dikeroyok, Bi Ryeom cuma
menikmatinya saja.
Tapi
kemudian dia ingat Moo Ra, kalau Moo Ra melihat ini, dia bisa membekukan lidah
mereka semua. Bi Ryeom menjentikkan jarinya dan membuat ponselnya melayang
merekam mereka. Ia pun membantu Habaek untuk menghajar preman-preman ini.
Soo
Ah masih termenung di kliniknya. Ia kembali mengingat ucapan Habaek padanya.
Tapi seribu kali berpikirpun, Soo Ah merasa kalau hal itu tak bisa dibenarkan.
Sang Yoo masuk keruangannya, dia bertanya apakah Soo Ah tidak pulang?
“Aku
mau pulang.” Jawab Soo Ah.
Saat
Soo Ah keluar dari kliniknya, Hoo Ye sudah ada disana dan berjalan mengikuti
Soo Ah. Ia masih konflik batin sendiri. Antara dia akan mengungkapkan
identitasnya atau tetap menyembunyikannya.
Bertepatan
saat itu, Soo Ah mendapat telepon dari Soo Ri. Soo Ri khawatir karena tak bisa
menelepon Habaek. Dia juga ingin memberitahukan kalau malam ini, dia tak bisa
pulang karena pekerjaan paruh waktunya. Soo Ah heran, memangnya malam-malam
masih ada yang naik perahu bebek?
“Shiftku
sudah habis. Tapi pemilik restoran ayam meminta bantuanku. Aku mendapatkan
bayaran lebih karena shift malam.” Ujar Soo Ri.
Yeom
Mi menggunakan seragam ayam, dia berjalan diam-diam menghampiri Soo Ri. Soo Ri
yang tak menyadari kedatangannya pun seketika terkejut. Soo Ri pun kemudian
mamatikan sambungan teleponnya dengan Soo Ah.
Melihat
Soo Ah mengakhiri teleponnya, Hoo Ye gantian menelepon Soo Ah. Soo Ah canggung
saat bebicara dengannya. Ia menanyakan kondisi Hoo Ye. Hoo Ye mengaku kalau dia
baik-baik saja.
Soo
Ah lega mengetahuinya, dia yakin kalau apa yang terjadi semalam hanyalah salah
paham. Dia meminta maaf atas apa yang dilakukan Habaek, Habaek sudah
menyuruhnya tapi dia lupa baru mengatakannya sekarang.
Hoo
Ye mengerti. Soo Ah pun membicarakan planning atas proyek mereka. Dia
mengajaknya bertemu dihari senin. Hoo Ye mengiyakan, dan sepertinya mereka
harus mengakhiri panggilannya. Soo Ah mengerti, “Sampai jumpa senin nanti.”
Hoo
Ye terus memperhatikan Soo Ah namun ia tak ada niatanya untuk menghampirinya.
Yeom
Mi menemani Soo Ri melakukan pekerjaan paruh waktunya. Ngomong-ngomong tentang
kutukan dewa kecil itu, apakah ciuman hanya satu-satunya cara? Apa Dewa hanya
bisa memberkatinya dari mulut ke mulut? Tak ada cara lain bukan?
Soo
Ri kebingungan tak bisa memberikan jawaban. Dia memilih untuk kabur dari
hadapan Yeom Mi. Yeom Mi berteriak mengajak Soo Ri melakukannya.
Bi
Ryeom mengantar Habaek yang sudah mabuk berat. Dia memberikannya ke pelukan Soo
Ah. Soo Ah heran, berapa banyak dia minum sampai mabuk begitu? Bi Ryeom tak
menyahut pertanyaannya.
“Apa
kau pernah merangkak saat Kau mabuk? Kau tidak menari di tiang, kan? Aku tidak
yakin, jadi aku membuatmu jadi tidak bersalah dan menyedihkan. Aku pergi.” Ujar
Bi Ryeom.
Sebelum
pergi, Bi Ryeom sempat terhenti dan berkata kalau dia sebenarnya tak yakin
ingin meminta Soo Ah untuk memeluk Habaek atau membiarkannya pergi. Soo Ah
mengernyit heran. Bi Ryeom tak menjelaskan makna kata-katanya lebih lanjut, kapan-kapan
dia akan mampir ke tempat Soo Ah untuk berkonsultasi.
Soo
Ah memapah Habaek ke rumah dengan kesulitan. Karena Soo Ri belum pulang, dia
akan membiarkan Habaek tinggal di rumahnya. Dia menariknya untuk naik ke lantai
atas. Tapi celakanya kaki Soo Ah tersandung. Mereka berdua jatuh dengan posisi
Habaek menindih Soo Ah.
Soo
Ah dengan perlahan menggeser Habaek. Ia berniat bangkit, namun Habaek menarik
pinggangnya. Habaek bergumam, jangan pergi kemana-mana. Jangan takut, aku tidak
akan memulai apapun. Mereka harus tetap seperti ini untuk sebentar saja.
Habaek
perlahan menggerakkan tangannya dan menggenggam tangan Soo Ah.
Moo
Ra terperangah saat menonton video Habaek mabuk. Dia tak percaya Habaek bisa
bersikap begitu. Dia mengira kalau Bi Ryeom sudah melakukannya dengan sengaja.
Tidak, Bi Ryeom cuma penasaran saja apakah Habaek bisa mabuk dan kenyataannya dia
bisa mabuk.
Bi
Ryeom juga ingin mabuk, tapi ternyata dia tak bisa melakukannya. Dia iri
padanya. Moo Ra masih khawatir dengan Habaek yang bisa bertingkah tak
terkendali begitu. Dia bahkan berkelahi dengan manusia.
“Jangan
terlalu khawatir. Dia hanya ingin mencobanya. Dia merasa terbebani sekarang
karena akan segera menjadi raja. Dan saat dia sudah jadi raja, dia tidak akan
punya banyak kebebasan seperti sekarang. Makanya, otaknya di penuhi oleh
pikiran.”
Meskipun
dijelaskan begitu, Moo Ra masih khawatir. Apa mungkin air di dunia manusia
tidak baik untuknya? Apa perlu dia membawakan tonik yang digunakan manusia? Moo
Ra terus bergumam khawatir. Bi Ryeom yang memperhatikannya pun kelihatan
cemburu.
Esok
harinya, Soo Ah terbangun di kamarnya. Ia bergegas turun dan menemukan Habaek
sedang di lantai bawah. Ia bersikap seperti biasa, menawarkan minum dan membuka
jendela rumah.
“Aku
perhatikan ada buku di mana-mana di rumah ini.” ujar Habaek.
Soo
Ah membenarkan. Itu buku-buku traveling. Ada kalanya dia membenci korea, jadi
ia membawa buku traveling. Habaek memegang buku berwarna pink. Soo Ah berkata
kalau ia belum sempat membaca buku yang itu.
Sambil
menjemur, Soo Ah meminta Habaek membacakan kalimat pertama buku itu. Kalau ada
kata-kata semacam ‘Semua manusia adalah
bintang. Bunga mekar di setiap pulau terlantar’ Maka dia akan membacanya
sepanjang malam.
Habaek
menolak. Soo Ah kembali menyuruhnya untuk membacakan kalimat pertama buku itu.
“Bagaimana
bisa... Kita bertemu? Seekor kupu-kupu terbang seperti kelopak bunga dan
mengguncang segalanya. Bagaimana bisa... Kita bertemu dan sampai sejauh ini? Cintaku
terpadu dengan cintamu pada musim semi.”
“Itu
seperti sebuah keajaiban. Aku memegang tanganmu saat kita berjalan di jalanan. Saat
dandelion di bawah tiang telepon bergetar. Bagaimana bisa... Kita menghabiskan
begitu banyak waktu bersama? Apa kita saling memberikan cinta untuk mendapatkan
cinta?”
“Aku
akhirnya percaya bahwa tidak ada kebetulan dalam cinta. Aku percaya, untuk
membuat satu cinta menjadi kenyataan alam semesta menghitung pergerakan sayap
kupu-kupu. Cinta yang ajaib namun tragis. Aku tidak ingin itu menjadi sebuah
kebetulan bahwa aku bisa berdiri tepat di hadapanmu. Itu sebabnya yang bisa aku
lakukan hanya melakukan yang terbaik.”
Bagus
sekali, ujar Soo Ah. Dia sudah selesai menjemur, jadi dia mengajak Habaek untuk
turun sarapan. Habaek terdiam menutup buku itu, di sampul buku itu tertulis [Jika ada pepatah yang lebih kuat dari ‘aku
mencintaimu.’]
Soo
Ah turun dari loteng dengan mata berkaca-kaca. Ia bergegas mengusap air mata
yang menetes dipipinya.
Habaek
hanya bisa menghela nafas melihat nasi goreng dan telur dadar. Apa cuma itu
menu sarapan mereka. Soo Ah berkata kalau dia sudah berusaha yang terbaik. Ia terus
memperhatikan Habaek yang menyuapkan nasi ke mulutnya, bagaimana rasanya? Enak?
“Tidak
juga.”
Soo
Ah cemberut. Habaek tiba-tiba membahas rok mini dan penampilan Soo Ah yang
seperti fresia. Itu yang dikatakan Bi Ryeom, tapi kenapa dia sekarang
berpenampilan begini? Katanya, dia dekat dengan beberapa pria. Apa mereka masih
berhubungan?
Soo
Ah ingat kalau semalam Bi Ryeom mengatakan kalau dia sudah membuat Soo Ah
tampak tak bersalah. Sekarang, dia tahu maksud ucapannya. Soo Ah enggan
membalas pertanyaan Habaek. Dan, di usia 2800 tahun Habaek, dia pasti sudah
sering suka pada wanita. Wanita mana yang paling dicintainya?
Habaek
terdiak kikuk. Ah.. Soo Ah menebak kalau Habaek benar-benar menyukai wanita
itu. Dia akan berpura-pura tak mengetahuinya saja. Baiklah, Habaek akan
memberikan penghargaan atas pengertian Soo Ah kalau dia punya kekuatan. Kalau dia
punya kekuatan, apa yang Soo Ah inginkan?
Soo
Ah kontan merapalkan semua impiannya. Mungkin, Habaek bisa menaruh banyak
barang-barang antik dan emas di tanahnya. Mereka bisa bekerja sama. Kalau bisa,
buatkan juga rumah di Vanuatu untuknya. Ubah juga penampilannya, biar seperti
dewi yunani yang seksi.
Terus
dia ke gedung putih. Mungkin akan menegangkan kalau jadi presiden, jadi dia
ingin menjadi anggota kabinet saja. Sorenya, dia pergi ke London mengunjung
galeri. Dan bla...bla..bla.
Begitu
menoleh, Soo Ah sadar kalau Habaek sudah tak duduk dihadapannya lagi. Habaek
sudah pindah membaca koran, dia tak bisa mendengarkan semua omongannya. Soo Ah
mengkritisi sikapnya, harusnya Raja bisa mendengarkan pembicaraan orang lain.
Habaek
berkata jika ada ‘perkataan budak’ maka mungkin Soo Ah bisa lebih baik. Tapi
sayangnya, tanda yang membuktikan kalau dirinya adalah milik dewa sudah
menghilang. Kata-kata itu memiliki kekuatan untuk memberinya sebuah harapan.
Itu adalah tanda ketulusan
dari Alam para Dewa.
Kalau
begitu, Soo Ah minta tanda itu. Soo Ah memberikan Es Americano buatannya. Ah,
mantan pacarnya juga sangat menyukai Es Americano. Kontan Habaek melirik Soo Ah
tajam. Soo Ah diam-diam menahan senyum melihat tingkahnya.
Soo
Ah yakin kalau Habaek pasti bisa mengabulkan permintaannya. Habaek tak yakin,
dia tak tahu apa yang diinginkan Soo Ah. Soo Ah heran, memangnya dia harus berbicara
dengan dialek terntentu?
“Harapanmu
harus harapan yang sebenarnya. Suatu keinginan yang kau inginkan. Dari apa yang
sudah aku dengar, keinginanmu bukanlah untuk hidup seperti Mansour.” Ujar Habaek.
Soo
Ah terdiam merenungkan kata-kata Habaek. Bertepatan saat itu, Soo Ri pulang.
Soo Ah pun bangkit dari duduknya, dia akan menyiapkan sarapan untuknya. Soo Ri
dengan riang mengatakan pada Habaek kalau dia mendapatkan banyak uang. Apa ada
yang diinginkan olehnya?
“Aku
tidak menginginkan apapun.”
Baiklah,
kalau begitu Soo Ri akan menangani semua yang dibutuhkan oleh Habaek. Dia turun
untuk makan. Dia melihat cangkir pasangan disana. Cangkirnya cantik. Soo Ah
memberitahukan kalau Habaek bekerja paruh waktu untuk mendapatkannya. Mendengar
kalau tuannya bekerja, Soo Ri marah dan buru-buru naik ke loteng.
Habaek
membawakan piring nasinya ke loteng. Tapi Soo Ri masih kesal dan meninggalkannya
begitu saja. Soo Ah naik ke loteng. Dia heran melihat sikap Soo Ri. Habaek
dengan enteng mengatakan kalau mungkin Soo Ah terpengaruh suhu panas.
Habaek
menuangkan sabun ke bak mandinya. Soo Ah bertanya apakah dia ingin berenang
dilaut? Dia tak akan berubah menjadi duyung, kan? Ia menyuruh Habaek untuk
mencari resep memasak ‘makanan piknik’.
Mereka
berdua sudah di supermarket membeli bahan makanan. Habaek merapalkan semua
bahan-bahan yang dibutuhkannya. Tapi Soo Ah tak sependapat dan membeli
bahan-bahan untuk membuat kimbap. Itu makanan yang tepat untuk piknik. Giliran
Habaek yang ngambek karena apa yang dicarinya tak berguna.
Dirumah,
mereka menggulung kimbap bersama-sama. Tapi kimbap buatan Soo Ah berantakan dan
nasinya meleber kemana-mana. Soo Ah meringis, nanti juga kalau dimasukkan
kemulut akan hancur.
Telepon
Habaek berdering. Moo Ra sedang sibuk berlatih mencium boneka besarnya. Hahahahaha.
Moo Ra mengajak Habaek untuk makan siang bersama. Dia sudah semalam melihat
tingkah mabuk Habaek semalam, dia tak bisa membiarkannya sendirian.
Dia juga tak bisa melepaskan Bi Ryeom dari pantauannya. Jadi ia menyarankan supaya mereka bisa tinggal bersama.
Dia juga tak bisa melepaskan Bi Ryeom dari pantauannya. Jadi ia menyarankan supaya mereka bisa tinggal bersama.
Habaek
sibuk memperhatikan Soo Ah yang tak bisa memotong kimbap. Dia memberitahu Moo
Ra kalau dia sedang sibuk. Dia sedang membuat kimbap, jadi mereka bisa pergi
lain waktu. Habaek membentak Soo Ah, “Jangan masukkan kimbap yang hancur!”
Moo
Ra mengernyit heran mengira dikatai ‘kimbap hancur’. Dia pun keluar dari kamarnya
masih terus bertanya-tanya makna dari ‘kimbap hancur’. Bi Ryeom sudah bisa
menebak apa yang tengah terjadi. Ia tersenyum dan mengajak Moo Ra untuk latihan
tinju. Ia masuk ke kamarnya untuk berganti baju.
Saat
membukanya, Moo Ra seketika marah besar. Dia melajukan mobilnya dengan
kecepatan tinggi. Ia bergetar marah melihat Habaek berkata dalam videonya, “Jika
aku bisa, aku ingin benar-benar tinggal disini.”
Bi
Ryeom keluar dari kamarnya. Dia mencari-cari Moo Ra namun Moo Ra sudah
menghilang dan ponselnya sudah tergeletak di lantai. Bi Ryeom pun terdiam
menyadari apa yang sudah terjadi.
Habaek
dan Soo Ah sudah siap berangkat piknik, mereka tinggal menunggu Soo Ri. Langkah
seseorang terdengar sedang menaiki tangga, Soo Ah mengira kalau itu suara
langkah kaki Soo Ri. Tapi dia ternyata Moo Ra. Soo AH heran, kenapa dia datang
kesana?
“Aku
tidak tahu bagaimana bisa seorang manusia rendahan mendapat kehormatan untuk
berbicara dengan kita. Jika kau tahu itu karena leluhurmu yang jahat. Aku ingin
tahu apakah kau akan terus tetap di sisi Habaek. Apa kau ingin membicarakan
soal bagaimana nenek moyangmu menjadi pelayan para dewa?”
Soo Ah kelihatan gemetar karena Moo Ra tampak begitu murka.
Soo Ah kelihatan gemetar karena Moo Ra tampak begitu murka.
Habaek
berteriak menyuruh Moo Ra berhenti. Moo Ra malah menarik tangan Soo Ah, dia
ingin menunjukkannya. Habaek berniat menghentikan mereka. Namun Moo Ra
menggunakan kekuatan teleportasinya dan menghilang darisana.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar jika berkenan. Dilarang copas ya kawan! Happy Reading ^_^