SINOPSIS Bride of
Water God Episode 9 Bagian 2
Sumber gambar: tvN
Soo
Ah mampir ke rumah Yeom Mi. Dan Yeon Mi langsung berceramah mengatai Soo Ah
yang lebih cocok menjadi seorang dokter ortopedi dibandingkan psikiater. Soo Ah
menghela nafas berat, dia punya dua teman dan dua temannya sama-sama suka
berceloteh. Apa dia punya banyak kekurangan?
“Orang-orang
yang egois sepertiku punya banyak masalah, namun orang-orang yang terlalu naif
sepertimu adalah masalah besar. Kupikir, semua
orang takut kehilanganku.” Jawab Yeom Mi.
Soo
Ah pikir Sang Yoo tak pernah mengomel karena itu. Yeom Mi menyuruh Soo Ah tak
mengkhawatirkan Sang Yoo. Karena dia adalah anak yatim piatu yang beruntung.
Dia ditemukan oleh ayah Soo Ah kemudian disekolahkan dan dirawatnya. Sebagai balas
budi, sekarang dia merawat Soo Ah. Kalau dilihat lagi, ia sadar, didunia ini
masih ada sebuah kesempatan.
Sebenarnya,
Soo Ah kadang marah melihat mereka. Ayah meninggalkannya dan membuat Ibunya
merawat mereka semua. Dan diantara semua yatim piatu, dia rasa, Sang Yoo yang
paling sukses.
“Jadi,
apa kau mau Sang Yoo meninggalkanmu?”
Soo
Ah terdiam. Dia tak menjawabn dan mengajak Yeom Mi untuk pergi karokean. Dia
tak ingin pulang ke rumahnya. Sayangnya, Yeom Mi menolak. Dia mau pulang cepat
hari ini. Terpaksa, Soo Ah pun pulang.
Dia
kelihatan kesepian ketika melihat beberapa pasangan yang dijumpainya sepanjang
perjalanan. Ia tersenyum kecil saat melihat beberapa anak SMA yang sedang
merayakan ulang tahun dengan riang.
Benar-benar
tak ingin pulang, Soo Ah duduk di taman. Bukannya mengayunkan ayunan, dia malah
memelintir tali gantungnya kemudian membiarkan tubuhnya berputar di ayunan itu.
Ia menelepon Sang Yoo untuk mengajaknya karokean. Tapi Sang Yoo menolak, dia
mau bertemu dengan Hyun Sik.
Kontan
Soo Ah memecet tombol putus dengan secepat kilat. Ia berjalan di gang rumahanya
dengan malas. Ia menghela nafas dalam saat melihat tak ada Habaek yang
menunggunya. Soo Ah meyakinkan pada dirinya kalau dia sudah biasa sendiri.
Ia
memperhatikan tulisan ‘Habaek – Yoo Soo Ah’ yang mereka tulis di dinding. Bertepatan
saat itu pula, ponsel Soo Ah berdering. Soo Ah melihat ke arah rumahnya dan
lampu-lampu dirumahnya sudah menyala.
Ia
pun bergegas masuk ke rumah kemudian mengangkat telepon dari Habaek. Habaek
sudah menunggunya dihalaman, kenapa baru pulang? Jantung Soo Ah berdegup
kencang, dia kira Habaek mengatakan tak akan pulang? Lantas, apakah ingatan
pria itu sudah kembali?
“Kenapa
kau pulang?”
“Menyalakan
lampu.” Jawab Habaek berjalan menuju saklar lampu.
Soo
Ah menghampiri Habaek kemudian memegang baju bagian belakangnya. Habaek menoleh
padanya dan melihat setetes air mata mengalir dipipi Soo Ah. Kenapa dia
menangis? Tidak, Soo Ah berkata kalau dia tersenyum.
Soo
Ah kemudian memeluk tubuhnya dari belakang. Habaek terkejut, ia berbalik untuk
menatapnya. Ia melangkahkan kakinya menghampiri Soo Ah, namun Soo Ah berjalan
mundur menjauhinya. Soo Ah meminta maaf dan buru-buru masuk ke rumah, selamat
malam.
Hoo
Ye masih terus kepikiran dengan kata-kata Bi Ryeom. Dia bilang, ia bisa
menghancurkan apapun dengan sekali sentuh. Hoo Ye coba mengenyahkan pikiran itu
namun ia masih penasaran.
Ia
pun menjajalnya dengan menyentuh bunga yang ada didepan rumah. Seketika,
bunga-bunga disana layu semua. Hoo Ye gemetaran cemas memperhatikan tangannya. Ja
Ya ada di balkon. Dia tanpa sengaja melihat apa yang Hoo Ye lakukan.
Tentu
saja dia ketakutan dan buru-buru bersembunyi. Dia masih bertanya-tanya apa yang
sebelumnya dia lihat? Apa dia berhalusinasi? Ja Ya terus mengucek matanya,
belum percaya dengan yang ia lihat sebelumnya.
Ja
Ya kemudian menemui Hoo Ye di kantor. Hoo Ye memasang senyum ramah saat
menemuinya. Ja Ya dengan serius mengatakan kalau ia melihat apa yang Hoo Ye
lakukan pada bunga-bunga tadi pagi.
Dia
hampir membuatnya pingsan. Ia sudah mencoba mencari jawaban yang logis tapi tak
bisa menemukannya. Dia belajar ilmu sains jadi ia akan segera menemukan jawabannya.
Rupanya, Hoo Ye picik juga yah. “Kau....”
“Ja
Ya!”
“Kau
pasti pesulap, bukan?” Ja Ya memuji Hoo Ye yang sangat berbakat dalam sulap. Ia
tak tahu kenapa Hoo Ye menyembunyikan bakatnya itu. Tapi dia menyarankan supaya
Hoo Ye tidak melakukan trik menyeramkan. Daripada membuat bunga tak bersalah
layu, lebih baik membuatnya hidup.
Hoo
Ye berjalan menghampiri Ja Ya dan menatapnya tajam. Ja Ya panik melihat
perubahan sikapnya. Ia berniat pergi dari sana namun Hoo Ye memeluknya. Dan
tangan Hoo Ye mengeluarkan aura hitam.
Hoo Ye tampak menahan dirinya. Ia
buru-buru melepaskan pelukan itu dan menyuruh Ja Ya untuk keluar. Ja Ya pun
mengikuti perintahnya.
“Kerja
bagus.” Ucap Joo Geol Rin muncul dari balik meja.
Ja
Ya keluar dari ruangan Hoo Ye sambil melamun. Sekretaris Min bertanya apakah
dia baik-baik saja. Ja Ya menoleh dan menatapnya dengan tatapan kosong, ia
kelihatan linglung dan tak menjawab pertanyaan Sekretaris Min.
Joo
Geol Rin berkata kalau dia melihat Ja Ya berjalan kesana terburu-buru sekali. Ternyata,
dia barusaja melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat. Tak mau berlama-lama,
Joo Geol Rin bertanya sejak kapan Hoo Ye datang kesana?
“Kapan
kau kesini?”
“10
tahun yang lalu.”
“Apa
kau berhasil melarikan diri dari gua itu?”
“Aku
ditelantarkan.”
Joo
Geol Rin heran dengan sikap ayah Hoo Ye. Dia yang mengambilnya dan Ibunya,
kenapa juga dia menelantarkannya? Joo Geol Rin mengatakan kalau dia datang ke bumi
500 tahun yang lalu.
Ia
punya masalah dengan dewa air hingga ia harus kabur. Saat Habaek membawa batu
yang memiliki noda darah, ia langsung menyadarinya. Ia sempat mengkhawatirkan
Hoo Ye, tapi sepertinya dia baik-baik saja.
“Aku
bertemu orang-orang yang baik.”
Joo
Geol Rin rasa Hoo Ye cukup beruntung. Dia bahkan bisa menahan nafsunya. Dia
seperti bisa mengendalikan kekuatannya. Joo Geol Rin pernah mengatakan pada Hoo
Ye sebelumnya, ‘Duri harus dilepaskan
dari dahan dan daun agar bisa hidup.’
Joo
Geol Rin menyesal pernah mengatakan itu pada Hoo Ye. Dia terkurung dalam gua
selama 3000 tahun. Pasti dia sudah tak punya harapan. Dia datang hanya ingin
memastikan kalau Hoo Ye baik-baik saja. Ia memastikan kalau Hoo Ye tak akan
bertemu dengannya lagi.
Hoo
Ye bertanya “Ada yang ingin kuketahui. Habaek bersama seorang wanita. Dan
sepertinya dia tahu identitas mereka.”
Habaek
turun untuk mengambil koran. Soo Ah melihatnya, dia menawarkan supaya mereka
bisa sarapan bersama. Habaek duduk di kursi makan memperhatikan omurice yang
berantakan dan dapur yang super amburadul.
Habaek
pikir makanan dihadapannya tak tampak dibuat dalam waktu dua jam. Soo Ah
meminta Habaek untuk memakannya dan bertanya bagaimana rasanya. Habaek
tersenyum, tidak enak.
Soo
Ah jelas sebal. Tapi Habaek beralasan kalau dia hanya mengatakan kejujuran. Soo
Ah tak percaya, dia ini psikiater, dia bisa membedakan mana yang bohong dan
mana yang tidak. Habaek bertanya, memangnya apa yang bohong?
“Alasan
kenapa Para Dewa menghukum keluargaku. Alasan yang sebenarnya bukan seperti
yang kaukatakan padaku, 'kan? Kau tak mau memberitahukanku karena kau tak bisa
menghadapi kebenaran yang ada. Kau pasti membicarakan wanita bermarga Shim itu,
agar bisa mengubah topik pembicaraan. Aku yakin kau tak mau menganggap hal itu
pernah terjadi. Para Dewa pasti takut dengan leluhurku.” Soo Ah tertawa geli
memikirkannya.
Habaek
terus menatap Soo Ah. Dia bertanya apakah mereka bisa pulang bersama hari ini.
Soo Ah tidak bisa soalnya dia sedang libur. Bagaimana kalau mereka melakukan
hal lain?
Tak
lama kemudian, mereka sudah sibuk membersihkan rumah. Keduanya masih saling
bersaing tak mau mengalah satu sama lain. Tapi saat Habaek melihat Soo Ah
kesulitan membersihkan buku di rak yang tinggi, ia membantunya untuk mengambil
buku itu.
Mereka
kemudian bersih-bersih dihalaman. Soo Ah yang iseng menyemprotkan air ke
arahnya, mereka berdua pun akhirnya perang air.
Hah..
Soo Ah kelelahan setelah membersihkan debu yang berumur jutaan tahun. Habaek
mengernyit, jutaan tahun? Soo Ah mengaku kalau dulu dia sering membersihkan
rumahnya, bersama yang lain.
Soo
Ah menyuruh Habaek meluruskan punggungnya. Habaek menolak. Soo Ah heran kenapa
dia tak mau. Habaek tak mau karena dia adalah laki-laki. Soo Ah semakin merasa
aneh dengan jawabannya, memangnya kenapa kalau dia laki-laki?
Habaek
merebahkan diri tepat disamping Soo Ah. Soo Ah terkejut, dia tak menyuruhnya
untuk berbaring disampingnya. Habaek dengan polos mengatakan kalau dia hanya
mengikuti perintahnya. Soo Ah kontan menggeser tubuhnya menjauh.
Soo
Ah terpojok ke tembok dan posisi mereka begitu dekat. Habaek bertanya kenapa
Soo Ah merayunya. Soo Ah mengelak, dia tak mencoba merayunya. Habaek sudah
mempelajarinya di koran, katanya manusia itu hewan.
“Tak
benar mengatakan semua pria adalah kriminal.”
“Aku
bilang mereka adalah hewan, bukan kriminal. Jadi, jangan menyuruh pria manapun
untuk berbaring disampingmu seperti ini. Jangan memeluk pria manapun dari
belakang dan menangis seperti kemarin. Kau harus lebih hati-hati.”
Habaek
mendekatkan wajahnya ke arah Soo Ah. Soo Ah kaget. Tapi Habaek tak ada niatan
lain selain berdiri. Huh gerah, Habaek ingin mandi air panas.
Mereka
berdua sudah keluar dari sauna. Soo Ah berkata kalau satu hari sudah berlalu,
tapi mereka tak melakukan banyak hal. Habaek kira mereka melakukan banyak hal,
mereka makan, membersihkan rumah dan mandi air hangat. Memangnya, apa yang
biasanya kau lakukan saat liburan?
Soo
Ah tak begitu ingat. Habaek bertanya, dia tak ingat atau memang tak melakukan
banyak hal?
Mereka
berdua lewat didepan taman bermain. Soo Ah melihat anak-anak yang bermain
ayunan. Dia mengatakan kalau apa yang mereka lakukan itu salah, ia menunjukkan
caranya berputar dengan ayunan. Tapi celakanya, karena terlalu kuat berputar,
Soo Ah malah terlempar jatuh ke tanah.
Kontan
anak-anak barusan ketakutan dan menangis. Ibunya menenangkan mereka sambil
menggerutui Soo Ah, sudah tua tapi masih begitu. Soo Ah malu bukan kepalang,
dia berkata pada Habaek kalau dia bisa berdiri sendiri tanpa bantuannya.
Soo
Ah mendongak tapi Habaek sudah pergi duluan meninggalkannya. Habaek menggumam
tak mau ikut campur, berani-beraninya dia membuatnya malu. Soo Ah pun bangkit
sendiri dan bergegas mengejarnya.
Tak
jauh darisana, Hoo Ye dan Joo Geol Rin memperhatikan mereka. Joo Geol Rin
mengatakan kalau Soo Ah adalah seorang hamba bagi dewa tinggi. Hoo Ye tak
mengerti maksudnya. Sejak kapan dia menjadi Hamba?
1200
tahun yang lalu, Joo Geol Rin dengar kalau leluhurnya membuat kesalahan besar.
Hoo Ye terkejut, leluhurnya? Lalu apa hubungannya dengan dia?
“Kaulah
yang membutuhkan seorang Hamba. Karena dia seorang Hamba Dewa, dia bisa
memahamimu dan menerimamu apa adanya. Kehadirannya di sampingmu bisa membuatmu
merasa kesepian. Kau harus terus lahir, tumbuh besar, dan mati. Siklus itu tak
bisa kau tangani sendirian.”
Soo
Ah protes karena Habaek sudah keterlaluan meninggalkannya begitu. Habaek pikir
Soo Ah yang sudah menyuruhnya pergi. Soo Ah tahu kalau Habaek pergi sebelum ia
sempat mengatakannya. Habaek beralasan kalau ia hanya melakukan yang diinginkan
Soo Ah saja.
Lengan
Soo Ah terluka. Habaek menarik tangannya dan memegang luka itu. Ia
berkosentrasi untuk menyembuhkannya. Tapi sayangnya, kekuatannya masih belum
juga kembali dan luka Soo Ah masih utuh.
Soo
Ah melihat nama Habaek masih ada didinding. Ia berniat menghapusnya. Habaek
melarang, biarkan saja. Soo Ah bersikeras ingin tetap mencoretnya, toh dia juga
akan pergi. Tapi Habaek sigap membuang batu ditangan Soo Ah.
Soo
Ah dengan mudah mencari batu yang lain dan berniat menghapusnya lagi.
Menunda-nunda itu tidak baik. Habaek melarang, biarkan saja disana. Mereka pun
terus berebut antara menghapus tulisan Habaek atau tidak.
Sesampainya
di rumah, Habaek ingin naik ke lantai atas. Soo Ah melarangnya, dia kan harus
kembali ke tempatnya. Habaek tidak mau, dia tahu kalau Soo Ah sebelumnya
menggunakan jalan yang ada dirumahnya. Dia mau lewat sana saja.
“Ini
pintumu. Gunakan pintu yang ini.” suruh Soo Ah.
“Dasar
jahat. Picik sekali.” sebal Habaek. Soo Ah terus memperhatikan pakaian yang
digunakan Habaek. Pakaian itu sudah kuno sekali, apa perlu dia membelikan yang
baru untuknya? Atau mungkin itu memang style para dewa?
Bi
Ryeom berjaga di tempat Moo Ra. Moo Ra heran karena dia terus mengawasinya, dia
seharusnya mengawasi Joo Dong. Bi Ryeom tak mempermasalahkan Joo Dong untuk
sekarang. Yang lebih penting adalah Moo Ra yang berada di area musuh.
Moo
Ra menyuruh dia supaya pergi dan tak buat masalah. Bi Ryeom tak habis pikir
karena dia terus saja membelanya. Kalau dia terus membelanya, dia akan semakin
kejam padanya. Moo Ra bingung dengan sikap Bi Ryeom, dia sepertinya sangat
membenci Hoo Ye.
Moo
Ra kembali melakukan adegan ciuman. Si aktor pria hampir mencium bibirnya. Moo
Ra komat-kamit memperingatkan supaya dia jangan sampai pingsan lagi. Aktor itu
mengangguk, tapi begitu bibirnya semakin dekat pada Moo Ra, dia langsung
pingsan saking takutnya.
Bi
Ryeom yang menontonnya dari kejauhan pun tak bisa menahan tawa.
Moo
Ra mencak-mencak pada Managernya. Pokoknya, katakan pada tim produksi untuk
memecatnya atau memecat pria itu. Kalau tidak, biar dia sekalian yang mundur
dari film ini. Bayar saja penalti pembatalan kontraknya.
Manager
Moo Ra tergagap ingin mengatakan sesuatu. Bi Ryeom semakin geli melihat mereka.
Dia menyuruh Manager Moo Ra untuk pergi, biar dia saja yang akan mengurusnya.
Bi
Ryeom terus ngoceh menyarankan agar Moo Ra memerankan karakter dalam film
seperti film ‘amazon’. Dia bisa menjadi dewi artemis, atau aprodite yang sangat
cantik. Atau mungkin, Athena. Moo Ra lama-lama jengah juga mendengarnya, apa
lidahnya mau dipotong?
Bertepatan
saat itu, Hoo Ye lewat disana. Bi Ryeom sontak mengubah ekspresinya menjadi
serius. Dia mengatakan kalau berkat Hoo Ye, mereka sudah menemukan teman
mereka. Namun dia benar-benar hancur, apa yang sudah ia lakukan dengannya?
Moo
Ra kesal dengan sikap Bi Ryeom yang terus memprovokasi Hoo Ye. Bi Ryeom berkata
kalau Hoo Ye hanya bisa menghancurkan sementara dia bisa memperbaikinya. Itulah
perbedaan mencolok diantara mereka.
Tak
mau perdebatan berbuntut panjang, Moo Ra meninggalkan mereka. Dia bergegas ke
tempat parkir dan mengeluarkan mobilnya. Tapi Bi Ryeom menghadangnya untuk
meminta tumpangan.
Moo
Ra sungguh heran dengan Bi Ryeom yang sepertinya punya masalah pribadi dengan
Hoo Ye. Padahal, Habaek saja tak memperdulikannya. Bi Ryeom rasa dia hanya
menjadi dirinya sendiri. Sedangkan Habaek, dia memang lebih suka untuk diam,
kan? Kenapa Moo Ra sensitif sekali?
“Karena
kau terlihat menyedihkan. Katamu, aku tak boleh terlihat menyedihkan karena aku
adalah seorang Dewa. Aku setuju denganmu.”
Bi
Ryeom terdiam. Ngomong-ngomong, masalah adegan ciuman itu, dia menyarankan
supaya Moo Ra mempelajarinya. Moo Ra cuma mengernyit, tak begitu menanggapi
ucapannya.
Bertepatan
saat itu, Bi Ryeom menerima telepon dari Jin Gun. Entah apa yang mereka
bicarakan, dia menyuruh Moo Ra menghentikan mobilnya karena dia akan bertemu
dengan Jin Gun.
Hoo
Ye memikirkan ucapan nyinyir Bi Ryeom yang mengatainya sebagai perusak
sementara para dewa yang akan membetulkannya. Tak lama kemudian, Sekretaris Min
masuk ke ruanganya mengabarkan kalau Tim Pengembang akan melakukan rapat
masalah final kontaknya. Ia menyarankan supaya Hoo Ye sesegera mungkin
menyelesaikan masalah kontraknya dengan Soo Ah.
Hoo
Ye mengerti. Bicara masalah kontrak
dengan Soo Ah, Hoo Ye menyadari sesuatu dan membuka foto lahan tanah milik Soo
Ah. Ia terkejut dan bergegas menuju kesana.
Sementara
itu, Bi Ryeom mendapatkan informasi dari Jin Gun. Dia terkejut, apa dia yakin?
Dia
baru sadar kalau tanah yang akan dibelinya adalah tanah para dewa. Tempat
dimana ia pertama kali datang ke dunia manusia. Dia yang terluka parah
memintahkan darah dan menodai salah satu batu disana.
Hoo
Ye naik ke puncak tanah itu. Wajahnya kelihatan sedih. Namun kesedihannya
berubah menjadi tawa.. tawa gila yang entah apa maksudnya.
Bi
Ryeom tiba-tiba muncul menghajar wajah Hoo Ye, ‘Beraninya kau menginginkan
tanah kami saat kau bukan siapa-siapa selain makhluk setengah Dewa? Kau sudah
tahu sejak awal, bukan? Itukah sebabnya kau mendekati So Ah?”
Tidak,
jawab Hoo Ye. Bi Ryeom tak mau mempercayai ucapannya. Hoo Ye menyuruh Bi Ryeom
mendengarnya baik-baik. Bukankah sebelumnya dia mengatakan kalau dia hanya bisa
menghancurkan dan para dewa yang akan memperbaikinya? Oleh karena itu, dia akan
melakukannya. Itu yang ia rencanakan atas tanah mereka itu.
Dan
tentang temannya itu, dia membenarkan kalau ia melakukan sesuatu padanya. Tapi,
memangnya apa perbedaan yang ada kalau dia mengakui kesalahannya? Katanya mereka
penyelamat. Lalu apa yang akan mereka lakukan padanya? membunuhnya?
Hoo
Ye berbalik untuk pergi, tatapan kejam yang sedari tadi ia pertontonkan pun
seketika berubah menjadi tatapan sedih.
Bi
Ryeom mengadukan masalah itu pada Habaek. Habaek ingat kalau sebelumnya dia
yang sudah membiarkan Soo Ah untuk menjual tanahnya. Dia mengaku sudah
memerintahkan Soo Ah, tapi itu kan tak penting. Gerbang Para Dewa takkan
menghilang walaupun pemiliknya berganti.
Bi
Ryeom sungguh terkejut dengan jalan pikiran Habaek. Mana bisa dia seyakin itu
kalau pemilik barunya tak akan melakukan apapun pada tanahnya. Dia bisa membuat
tanah itu dipenuhi manusia. Kalau itu terjadi, mereka terpaksa harus menutup
gerbangnya. Kalau mereka berhenti mengunjungi dunia manusia, maka manusia akan
menghilang.
Dia
tak menyangka kalau Habaek bisa bersikap sebodoh itu. Dia memang bersikap bodoh
di dunia manusia dan semena-mena. Tapi ia tak pernah melukapan identitasnya
hanya karena manusia. Tapi, ini memang bukan pertama kalinya bagi Habaek.
Habaek
menarik kerah baju Bi Ryeom dengan marah. Bi Ryeom mengaku benci dengan Habaek
yang bersikap seperti korban. Dan ia membuat orang lain merasa bersalah. Itu
sangat menyebalkan.. sama menyebalkannya dengan dia menjadi Raja tanpa
melakukan apa-apa.
Bi
Ryeom kembali menerima telepon dari seseorang. Dia pun menyuruh Habaek untuk
pergi melihat Hambanya.. maksudnya, wanitanya.
Hoo
Ye menemui Soo Ah di restoran. Dia meminta Soo Ah untuk menjelaskan dan
membuatnya mengerti akan alasannya. Sebelumnya kan dia sudah pernah bertanya
apakah ada yang menentangnya menjual tanah itu, apa dia membatalkannya karena
orang itu?
“Ya,
memang begitu. Tapi dia tak pernah menyuruhku. Aku harus melakukan ini agar aku
tak merasa kesulitan. Aku belajar bahwa yang harus ditolong adalah orang-orang
yang tak berada yang dibawa ayahku.”
Hoo
Ye memastikan, apakah orang itu adalah orang yang ditemuinya di hotel? Dia tak
tampak seperti orang yang kekurangan. Soo Ah berkata kalau mereka harus
melindungi orang yang lebih lemah dari mereka. Lebih banyak uang bukan berarti
dia lebih kuat darinya.
“Jadi
maksudmu kau lebih kuat darinya?”
Soo
Ah cuma ingin mengatakan kalau uang yang didapatkan olehnya, tak akan sebanding
dengan kerugian yang didapat oleh orang itu kalau dia menjual tanahnya. Hoo Ye
kembali bertanya, apakah orang itu adalah angin yang berhembus? Bukankah sebelumnya
dia mengatakan kalau anginnya sudah tak berhembus?
Soo
Ah tidak mau menjawab, itu tak ada hubungannya dengan diskusi mereka. Baiklah,
Hoo Ye mengerti. Dia sampai lupa alasannya tertarik dengan Soo Ah karena Soo Ah
sangat memperdulikan orang lain.
Dia
mengerti sekarang. Ia akan meyakinkan pegawainya, karena dia akan membantu orang
yang lebih lemah darinya. Tapi Hoo Ye tak sependapat dengan kata-kata Soo Ah
kalau orang yang dibelanya itu lebih lemah darinya.
Habaek
berdiri di luar restoran memperhatikan mereka dengan mata berkaca-kaca. Hoo Ye
keluar dari restoran dan melihatnya. Ia pun menghampirinya. Dia bisa membaca
pikiran oranglain, tapi dia tak bisa membaca pikiran Habaek. Tapi sekarang, dia
bisa melihat dengan jelas perasaannya. Dia merasa marah, hina, dan bingung.
Habaek
memperingatkan kalau tak akan ada yang berubah kalau gerbang dewa jatuh ke
tangannya. Hoo Ye sama sekali tak perduli dengan gerbang dewa karena yang
membuatnya tertarik bukanlah itu melainkan Yoon Soo Ah.
Dari
awal, dialah yang membuatnya tertarik. Ia akan memenangkan hatinya dengan cara
yang benar. Terimakasih, karena Habaek sudah membuatnya sadar. Habaek
menegaskan kalau Soo Ah adalah Hamba Dewa.
“Lantas
kenapa? Ini dunia manusia dan inilah dimana aku berada. Kau akan kembali ke
asalmu. Yoon So Ah-ssi menganggapmu sebagai angin lalu. Tidak. Dia bilang
anginnya sudah berhenti berhembus.”
Dan
tetang temannya yang mengira kalau ia ingin memporak-porandakan dunia dewa. Ia
titip pesan supaya mengatakan pada mereka kalau ia tak tertarik sedikitpun pada
mereka maupun dunianya.
Soo
Ah keluar dari restoran dan menelepon nomor Habaek. Habaek menatap ponselnya
dengan ragu. Tapi kemudian dia menerimanya. Soo Ah protes karena Habaek lama
mengakat teleponnya. Habaek menyuruh Soo Ah untuk terus bicara. Soo Ah
bertanya, apa dia ada dirumah?
“Ya.”
Bertepatan
saat itu, Soo Ah mendengar suara klakson mobil. Dia yakin kalau Habaek sudah
membohonginya. Kalau dia memang ada diluar, Soo Ah mengajaknya untuk bertemu
dan pulang bersama-sama.
Habaek
menemui Soo Ah di tempat dimana ia pertama kali jatuh ke bumi. Ia teringat akan
ucapan Hoo Ye barusan. To the point, dia bertanya apakah Soo Ah memang menjual
tanahnya. Soo Ah tak bisa mengelak, dia memang menjualnya. Tapi dia sudah
meminta supaya dikembalikan. Entah kenapa, dia merasa bersalah meskipun Habaek
sudah mengijinkannya.
Habaek
masih kesal, “Saat kau menjualnya dan meminta tanah itu dikembalikan semua itu
tidaklah penting.”
Soo
Ah terkejut, tak penting? Jadi apa yang ia lakukan selama ini tak penting?
Habaek berkata kalau dia tak perduli dengan apa yang Soo Ah katakan pada Hoo Ye
ataupun apa yang ia lakukan padanya. Karena dia memang seharusnya berada
didunia ini.
Jadi
mereka tak perlu membuang-buang waktu dan menyenangkan hati satu sama lain.
Mereka tak perlu menganggap sayap yang palsu adalah sayap yang bisa digunakan
untuk terbang. Habaek berjalan pergi.
Soo
Ah terisak melihatnya. Ia merasa dirinya menjadi pecundang. Ia selama ini
selalu berusaha tetap kuat supaya tak menangis karena orang-orang yang
berpikiran sempit. Dia mengira kalau bertemu dengan Habaek adalah sebuah
kemenangan. Tapi sepertinya bukan. Ia masihlah pecundang.
Habaek
berbalik menghampiri Soo Ah. Ia akan segera pergi. Habaek terus menatap kedua
manik mata Soo Ah. Ia menariknya mendekat dan mengecup bibirnya. Ia sekali lagi
mengatakan kalau ia akan pergi.
Ia
menarik Soo Ah dalam pelukannya. Soo Ah memejamkan mata dan ia pun menciumnya
dengan mesra.
gomawo sinopsisnya ..ditggu lanjutannya..
BalasHapus